Monday, October 08, 2007

2 Months Already

It’s already 2 months ago, since Saat Itu.

It’s okey, I wrote it just to remind me, and to remind that its still like before.

Hope is still facing my mind. But worry is running beside me.

I don’t want think any thing worried, but the condition still in the same format.

These lines just for make me sure, that I’m still in the same way.

Friday, September 28, 2007

Hobi Kita

Kebayang gak kalo kita tinggal di daerah kecil, dan apalagi agak terpencil. Kira-kira hobi kita apa ya?

Ada kemungkinan penduduk daerah kecil itu punya hobi yang sama. Umumnya hobi itu ditunjang sama peralatan dan fasilitas. Iya lah, kalo daerah kecil, apalagi terpencil, agak sulit menemukan orang yang hobinya fotografi atau modifikasi mobil. Dapetin barangnya aja susah, apalagi di-hobi-in...

Penduduk daerah kecil mungkin punya hobi yang sama, main catur, mancing, berburu atau paling kompleks mungkin ngoprek peralatan radio untuk bikin siaran lokal.

Masalahnya apakah emang hobi itu muncul karena fasilitas or karena nurani? Sepertinya mungkin karena fasilitas. Kayanya gak mungkin seorang remaja daerah terpincil terpikir untuk hobi main PSP, atau seorang pemuda terpikir punya hobi denger mp3 via Ipod or koleksi film-film box office, atau seorang ibu rumah tangga punya hobi hunting tas LV terbaru, atau seorang bapak punya hobi main soft gun.

Kesimpulannya, kadang hobi bisa jadi acuan perkembangan inteligen dan budaya. Dan semua itu bisa ada kalo fasilitasnya ada. Dan fasilitas bisa ada, kalo pemerataan pembangunan tersebar merata.

Mungkin orang-orang daerah terpencil akan amaze, bukan sekedar sama fasilitas yang ada, tapi mereka pun akan amaze, bahwa hobi itu ternyata banyak jenisnya. Termasuk bahwa ng-blog juga menjadi sebuah hobi.

Wednesday, September 26, 2007

Kalo Hujan, Jakarta Macet... Ya iya lah...

Hari Senin kemaren [24.09.07] mungkin jadi hari yang semakin mengukuhkan gue untuk tidak/belon mau punya kendaraan pribadi. Entah itu motor or mobil. Dan kondisi ini berlaku selama gue masih tinggal di Jakarta.

Gimana kaga..?!! Orang Jakarta kayanya emang norak kali ye... Hujan dikit aja langsung macetnya bejibun... Dan ini udah semacam tradisi yang gue gak tau kenapa.

Senin kemaren emang hujan, makanya gue juga ikutan pulang agak malem, abis hujan reda. Dari kantor gue, jalanan masih termasuk lancar. Rute gue lewat Pondok Indah, Radio Dalam, Pakubuwono, Mustopo, Senayan, TVRI dan kemudian menuju Gatot Subroto terus berakhir di S.Parman.

Nah, masalah sepanjang jalan sampe TVRI, lalu lintas masih asik geboy coy... lancar dan tanpa ciri-ciri bakal jadi bencana. Begitu sampe diujung Taman Ria Senayan menuju Gatot Subroto... lalu lintas pun berubah jadi Gatot... Gagal Total... alias macet abis.!!

Sejenak gue masih berpikir mungkin cuma merayap lenggang seperti biasanya, yang +/- ngabisin waktu sekitar 10 menit untuk sampe ke lampu merah Slipi. Tapi ternyata nggak bo.. Macetnya merayap padat bergerak tersendat.!! Butuh waktu 25 menit untuk sampe ke Slipi!!

Sumpah.. males banget waktu itu. Pikiran lantas berkecamuk soal kendaraan pribadi yang bejibun itu, dikombinasikan dengan ketidakmengertian gue, kenapa abis hujan Jakarta jadi macet parah? Kesimpulannya... entahlah.

Memang di Jakarta ini serba salah. Naik bis, kuatir copet, todong, rampok, dsb. Naik mobil, kuatir sama jalan yang semerawut, bisa-bisa mobil pada baret-baret. Tapi sebenernya ini masalah pembudayaan aja. Yang kalo dipikir, semua orang merasa lebih baik kalo bisa punya kendaraan pribadi.

Kalo menurut gue, justru sebaliknya, paling nggak untuk saat ini. Punya kendaraan pribadi di Jakarta justru bikin gue repot. Gue musti mikirin jalan yang semerawut, mikirin parkir, isi BBM, kepanasan (kalo naik motor), kalo punya mobil takut baret-baret, dsj.

Some say, mungkin gue parno or terlalu mikir yang ribet-ribet. “Kalo udah punya motor ya tinggal bawa aja.. nanti juga biasa“, begitu kata mereka. Tapi sementara semua orang berpikir bagaimana mereka bisa punya kendaraan pribadi, gue justru berpikir, bagaimana kalo semua orang naik kendaraan umum.

Sebenarnya, kalo emang mayoritas warga Jakarta lebih milih naik kendaraan umum, keyakinan gue, pemerintah juga akan memfasilitasi alat transportasi yang lebih baik dan yang cocok dengan keinginan banyak orang.

Tapi kayanya kalo ngomong soal transportasi dan kepentingan pribadi, kadang hal ini jadi dead lock. Banyak teman yang bilang, kalo gak ada kendaraan pribadi itu susah. Susah kalo kita mau ngapa-ngapain, mau keluar rumah juga jadi terbatas, trus bagaimana kalo ada anggota keluarga yang sakit, kalo ada beberapa urusan bisa sampe di tempat dengan lebih cepat, dsb.

Yah, intinya sih emang sama-sama positif. Gue juga bukan orang yang anti kendaraan pribadi or sangat mendukung transportasi umum di Jakarta. Tapi mungkin yang perlu dipikirkan adalah bagaimana sikap kita kalo lagi di jalan. Sikap kita sebagai pemilik kendaraan pribadi, sebagai penguna transportasi umum atau malah sebagai pengemudi angkutan umum tersebut.

Yang pasti sampe sekarang pola pikir, sudut pandang dan sikap antara pemilik kendaraan pribadi, pengemudi angkutan umum dan pengguna transportasi umum adalah seperti antara anjing, kucing dan tikus. Dengan catatan : siapa saja bisa jadi apa aja dalam perumpamaan ini. Misalnya terkadang pengguna transportasi umum bisa menjadi seperti anjing yang menciutkan nyali kucing dan tikus.

Monday, September 24, 2007

Links

Some cool links will be add here :

Creative :
dafont
rokey
Buat yang kreatif bikin film pendek.
Bisa submit di Rollmio, kalo bagus bisa dapet award.

Movies :
Internet Movies Database
JoBlo

Ensiklopedia :
Wikipedia

Links

Some cool links will be add here :

Fonts :
dafont

Monday, August 27, 2007

Doa Bagi Bangsa

Sabtu kemaren gue ke P3M [25.08.07], tapi gak ikut acaranya, cuma di depannya aja. Sementara acara Sabtu kemaren adalah Praise & Prayer. Acara dipimpin Ev.Sobi, dan di depan aula gue masih bisa dengar pokok-pokok doa yang disebutkan.

Salah satu pokok doa yang akhirnya membuat gue nulis ini adalah mendoakan bangsa dan negara ini, Indonesia. Ev.Sobi mengajak para pemuda untuk mendoakan bangsa ini, mendoakan beberapa hal yang memang sedang dibutuhkan negara ini, yaitu pemulihan.

Yang menarik adalah, bukan cuma ajakan untuk mendoakan, tapi Ev.Sobi juga mengingatkan, bahwa mungkin selama ini kita sebagai warga negara hanya bisa mengkritik, mencemooh bahkan mengumpat dan kalo “perlu” menyumpahi pemerintah. Dan sebagai orang beriman, kita malah lupa atau bahkan tidak mau mendoakan negara ini. Entah karena memang tidak suka sama negara ini atau memang tidak peduli.

Yang lebih parah lagi, mungkin kita berharap kita tidak ada di negara ini. Padahal setiap orang sudah ada dalam rencana Tuhan. Termasuk ketika kita “ditempatkan” di sebuah negara, itu adalah rencana Tuhan. Ngomong kasarnya, itu adalah maunya Tuhan dan yang artinya, Tuhan punya maksud bagi kita dan negara kita berada.

Permasalahannya, apakah kita mau berjalan dalam rencana Tuhan?

Terkadang kita berpikir, sebagai warga negara, lebih aman kalo kita diam aja. Paling nggak kita tidak akan merasa “direpotkan” dengan hal-hal yang menurut kita gak penting. Tapi kenyataannya, bukankah setiap kita penting di mata Tuhan? Dan itu berarti semua yang ada juga penting, termasuk negara ini.

Itulah sebabnya, sebagai orang beriman, sudah sepatutnya kita turut memikirkan dan bahkan bertanggung jawab atas negara ini. Memang banyak hal yang kita lihat salah di negara ini. Tapi kalo cuma mengumpat, apa yang akan berubah? Tidak ada.!

Mencintai negara ini adalah sikap yang jauh lebih baik. Hal ini akan membuat kita berpikir, apa yang bisa kita lakukan bagi bangsa ini? Karena paling tidak, sampai kapan pun kita tetaplah warga Indonesia, atau bagaimanapun kita tetaplah orang Indonesia. Mau tidak mau, untuk suatu keberhasilan bersama, bukankah lebih baik semua orang turut berperan di negara ini?

Memang peran yang paling menonjol yang ada di negara ini adalah berperan dalam menghancurkan negara sendiri. Semua orang berlomba-lomba untuk korupsi, manipulasi dan cari sensasi. Tapi yang berperan positif juga tidak kalah banyaknya kok. Hanya saja mereka bukanlah orang yang suka cari sensasi.

Untuk itulah perlu lebih banyak orang lagi yang harus berperan dalam hal yang positif ini. Terlebih lagi bagi orang beriman, yang mana kita percaya bahwa Tuhan punya rencana bagi kita dan bangsa ini. Sudah barang tentu untuk menggenapi hal ini, kita perlu bergerak, bukan cuma berdiam diri. Dalam acara Sabtu kemaren, kita diajak minimal untuk senantiasa mendoakan bangsa ini, dan tentunya mendoakan dengan tulus dan penuh cinta pada bangsa ini.

Beberapa tulisan yang pernah gue buat, juga sering mengkritik negara ini, khususnya mengkritik para pelaku yang bersikap semaunya. Tapi sebenarnya gue berharap apa yang gue tulis itu bisa menjadi perhatian, walaupun untuk sedikit orang, bahwa apa yang terjadi di negara ini memang perlu diperhatikan, bukan di-peduli-amat-kan.

Overall, yang menjadi concern gue adalah, bagaimana kita peduli. Terlebih lagi peduli secara rohani, peduli secara bahwa kita adalah orang beriman. Yang mana, mungkin sekali Tuhan punya rencana ajaib dari diri kita. Bukan tidak mungkin hanya karena seseorang atau kelompok yang kecil bisa berperan penting dalam masalah yang besar dan rumit ini.

Berkutat pada diri sendiri dan lingkungan yang itu-itu saja terlebih lagi dengan masalah yang itu-itu juga, hanya akan membuat rutinitas yang berujung kejenuhan dan nggak jarang membuat kita hopeless. Tapi berkutat pada hal yang lebih luas, bisa memberikan kita sebuah “kekayaan” iman yang tidak terpikirkan oleh kita sebelumnya.

Tuesday, August 21, 2007

Akeelah and the Bee

Kamu tahu, perasaan di mana semuanya merasa benar?
Di mana kau tidak harus mengkhawatirkan hari esok atau kemarin,
tapi kau merasa aman dan tahu kau berusaha sebaik mungkin?
Ada sebuah kata untuk perasaan itu.
Itu disebut CINTA.

You know that feeling where everything feels right?
Where you don’t have worry about tomorrow or yesterday,
but you feel safe and know you’re ada doing the best you can?
There’s a word for that feeling.
It’s called Love. L-O-V-E
=Akeelah and the Bee=

Monday, August 20, 2007

Masih Sama

17 Agustus 2007, hari peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 62.

Jalan-jalan banyak yang ditutup, entah untuk pawai tingkat kota, ataupun juga acara lomba-lomba antar RT.

Sejenak hari itu Indonesia tampak semarak. Entah pula karena memang bersyukur kalo Indonesia adalah negara merdeka. Atau emang taunya 17 Agustus itu adalah hari lomba nasional.

Tapi sepertinya nggak ada perubahan signifikan yang terjadi di negara ini.

Rutinitas nasional masih menjadi bahan berita. Bisa dipastikan, keesokan harinya, halamanan depan koran nasional memuat berita dan photo upacara pengibaran bendera di Istana Negara ataupun dibeberapa kantor pemerintahan.

Sudah barang tentu foto wajib adalah ketika Presiden menerima Bendera Pusaka dari seorang Paskibra, yang entah kenapa hampir semua pembawa Bendera Pusaka adalah wanita – mungkin karena yang membuat bendera pusaka pertama adalah wanita – dan nama serta sekolah nya pasti dicantumkan pula.

Halaman lain biasanya akan memuat pula kritikan kepada pemerintah dalam bentuk karikatur yang umumnya tentang “kamajuan” yang sudah dicapai.

Kalo kita melongok keluar. Melihat situasi di luar sana. Dan bukan cuma ikut meramaikan lomba. Mungkin kita akan bisa merasakan secara langsung, semuanya masih sama.

Pedagang bendera mulai merapikan bendera-bendera dagangannya yang tidak terjual. Pedagang minuman masih dengan gerobak yang sama, dan berharap pawai akan menambah omsetnya, walau pun cuma sehari itu.

Warga yang tidak ikutan lomba, sudah pasti akan “menjajah” mall dan taman hiburan, walaupun hanya sekedar windows shoping. Mumpung libur kata mereka.

Alhasil, sesaat mungkin ada perubahan. Yang ingin libur, terlaksana. Yang jualan, omset naik. Yang bersilahturahmi antar warga, ikut meramaikan lomba. Yang lainnya, mungkin nonton tivi dengan siaraan utama upacara bendera atau show-show lagu kebangsaan.

Keesokan hari nya lagi. Semuanya kembali seperti semula. Semua kembali berjuang untuk melawan kesulitan hidup. Bahkan orang suksesnya tetap perlu berjuang di negara merdeka ini.

Masih Sama

17 Agustus 2007, hari peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 62.

Jalan-jalan banyak yang ditutup, entah untuk pawai tingkat kota, ataupun juga acara lomba-lomba antar RT.

Sejenak hari itu Indonesia tampak semarak. Entah pula karena memang bersyukur kalo Indonesia adalah negara merdeka. Atau emang taunya 17 Agustus itu adalah hari lomba nasional.

Tapi sepertinya nggak ada perubahan signifikan yang terjadi di negara ini.

Rutinitas nasional masih menjadi bahan berita. Bisa dipastikan, keesokan harinya, halamanan depan koran nasional memuat berita dan photo upacara pengibaran bendera di Istana Negara ataupun dibeberapa kantor pemerintahan.

Sudah barang tentu foto wajib adalah ketika Presiden menerima Bendera Pusaka dari seorang Paskibra, yang entah kenapa hampir semua pembawa Bendera Pusaka adalah wanita – mungkin karena yang membuat bendera pusaka pertama adalah wanita – dan nama serta sekolah nya pasti dicantumkan pula.

Halaman lain biasanya akan memuat pula kritikan kepada pemerintah dalam bentuk karikatur yang umumnya tentang “kamajuan” yang sudah dicapai.

Kalo kita melongok keluar. Melihat situasi di luar sana. Dan bukan cuma ikut meramaikan lomba. Mungkin kita akan bisa merasakan secara langsung, semuanya masih sama.

Pedagang bendera mulai merapikan bendera-bendera dagangannya yang tidak terjual. Pedagang minuman masih dengan gerobak yang sama, dan berharap pawai akan menambah omsetnya, walau pun cuma sehari itu.

Warga yang tidak ikutan lomba, sudah pasti akan “menjajah” mall dan taman hiburan, walaupun hanya sekedar windows shoping. Mumpung libur kata mereka.

Alhasil, sesaat mungkin ada perubahan. Yang ingin libur, terlaksana. Yang jualan, omset naik. Yang bersilahturahmi antar warga, ikut meramaikan lomba. Yang lainnya, mungkin nonton tivi dengan siaraan utama upacara bendera atau show-show lagu kebangsaan.

Keesokan hari nya lagi. Semuanya kembali seperti semula. Semua kembali berjuang untuk melawan kesulitan hidup. Bahkan orang sukses pun tetap perlu berjuang di negara merdeka ini.

Friday, August 10, 2007

What's up bro.!!

Anjrit.!! kok jadi sentimentil gitu gue..?!!
What's up bro... Com'on there's still be hope.. rite.!!

Saat Itu dan Nanti

Saat itu...
Aku berharap, sang waktu mau sepaham dengan ku. Aku berharap, sang waktu mau memperlambat perputarannya. Aku berharap. Sejenak kulihat jam yang terpampang di depan ku. Dan saat itu pula harapanku buyar. Sang waktu tidak sepaham dengan ku, dia tetap berjalan sesuai kehendaknya. Seolah sang waktu tidak memberi ku kesempatan untuk menatap wajah manisnya lebih lama.

Saat itu...
Emm..tidak..sebelum saat itu. Seakan aku tahu bahwa saat itu mungkin kali terakhir aku bisa menghabiskan waktu lebih lama dengannya. Dan memang apa yang aku duga, sepertinya terjadi saat itu. Apa yang ku duga, tapi bukan yang ku harapkan.

Saat itu...
Oh my gosh... sepertinya baru kali itu aku berani menatapnya lama. Menatap dengan perasaan yang berbeda. Ya.. kau menatapnya, bukan melihatnya. Dan aku tahu, dia begitu manis dan indah. Sayangnya, saat itu mungkin waktu nya belum sejalan dengan waktu ku. Aku hanya bisa merekam dalam pikiranku dan kupastikan tak akan pudar dalam ingatan ini.

Saat nanti...
Aku masih berharap, bahwa saat itu bukanlah yang terakhir aku bisa menatapnya. Mungkin ada waktunya nanti aku bisa menghabiskan waktu bersamanya lagi. Duduk bersama & berbincang bersama. Saat nanti mungkin akan aku rindukan dan aku nantikan. Walaupun entah kapan. Selama ada pengharapan, itu sudah membuatku senang.

Saat nanti...
Aku masih berharap bisa ku gapai tangannya dan membawanya ke dada ini. Supaya dia tahu bahwa cinta ini masih tetap ada. Dan ketika itu, aku berharap waktu nya sudah sejalan dengan waktu ku.

Saat nanti...
Ketika nanti itu ada.

Thursday, August 09, 2007

Sebuah Persinggahan

Dalam sebuah perjalanan, kerap kali kita harus berhenti sejenak. Apalagi kalo perjalanan yang kita jalani sudah cukup jauh dan melelahkan. Berhenti sejenak dipersinggahan sungguh suatu hal menyenangkan. Paling tidak itulah bayangan kita. Sebuah persinggahan yang menyediakan fasilitas untuk melepas lelah dan penat. Dan mungkin sebuah tempat yang indah untuk dilihat. Yang akhirnya bisa mengembalikan semanggat dan tenaga kita untuk melanjutkan perjalanan baru.

Itulah bayangan kita... dan harapan kita.

Hanya saja belum tentu apa yang kita bayangkan menjadi kenyataan. Tidak semua tempat persingahan sama. Dan kali ini, mungkin kita menemukan apa yang jauh dari bayangan kita.

Tapi perjalanan sudah begitu jauh, dan bagaimana pun juga kita harus berhenti. Entah itu berhenti untuk waktu yang lama atau hanya sejenak. Kita tidak mungkin memaksa diri untuk terus berjalan dan hanya berharap akan mememukan perhentian yang indah. Sampai kapan?

Ketika waktunya tiba, dimanapun perhentian itu, harus kita singgahi. Paling tidak bisa menjadi suatu tempat bagi kita untuk mengambil keputusan dan rencana berikut. Rencana bagaimana meneruskan perjalanan yang sudah cukup jauh ini, atau mungkin harus kembali memulai perjalanan dari awal.

Tapi terkadang hanya berharap sudah cukup membuat perjalanan ini indah.

Thursday, July 12, 2007

Indonesia Terlalu Bersalah

Entah apa yang sudah dilakukan bangsa ini. Setiap hari, kalo baca koran, ada aja kejadian-kejadian yang gak semestinya terjadi. Mulai dari urusan lumpur Lapindo yang gak kunjung selesai - entah apa yang membuatnya gak bisa selesai, sementara pejabat terkait ada aja yang bisa mereka dalihkan.

Selama musim ujian, gak keitiung berapa kasus bocoran soal ujian. Dan entah kenapa pula, kasus ini jadi ngambang, gak tau siapa yang bocorin. Padahal judulnya jelas "ujian negara". Guru-guru juga pasrah aja, entah karena emang gak punya kuasa lebih, atau udah dikasih bagian sama pejabat terkait. Akhirnya bagi mereka yang penting muridnya lulus.

Abis lulus, giliran orang tua yang pusing. Ada anak yang gak bisa ambil ijasah karena gak mampu bayar uang ijasahnya yang "cuma" beberapa puluh ribu rupiah. Ada lagi yang bingung karena gak tau anaknya mau dilanjutin kemana. Sekolah terlalu mahal bagi mereka. Sementara mereka pernah berharap pada janji pemerintah bahwa biaya sekolah bisa murah. Ya.. mungkin bagi pejabat terkait, jumlah jutaan rupiah adalah murah, tapi bagi tukang ojek, ibarat harus jual rumah!

Dari pada pusing soal sekolah, toh murid-murid itu tetap berdarmawisata keluar kota. Sebagai bagian dari acara "syukuran" selepas ujian. Tapi apa mau dikata, darmawisata jadi derma bagi bencana. Belasan siswa-siswi jadi korban karena kurang profesionalnya armada angkutan yang dicarter pihak sekolah. Sebagian orang bilang ini mungkin emang udah nasib.

Tapi dalam rentang minggu yang sama, terjadi lagi beberapa kecelakan lalu lintas yang disebabkan oleh pengemudi yang ugal-ugalan. Bahkan tak luput pula pelawak Taufik Safalas jadi korban, meninggal dunia. Sementara pihak terkait hanya saling tuding, bukannya saling koreksi dan memperbaiki.

Terkait dengan armada angkutan. Kali ini negara secara langsung kena tampar. Maskapai penerbangan nasional, Garuda Indonesia, dilarang terbang ke negara-negara Uni Eropa. Dengan alasan ketidaklaikan terbang. Kasus ini bukanlah hal sepele. Kalo sampai benar-benar dilarang terbang, mau dapet omset dari mana lagi maskapai itu! Dan bukan cuma itu, hal ini seolah memperjelas bahwa Indonesia negara yang tidak baik!

Sementara yang terkait dengan masalah internasional, sepertinya untuk pertama kali dalam sejarah olahraga kelas internasional, dalam hal ini sepakbola piala Asia. Sempat-sempatnya ketika pertandingan antara Korea dan Arab, lampu di stadion utama Senayan mati!! Emang sih gak mati total, tapi tetep aja, sebagian lampu mati ditengah-tengah pertandingan.!! Kalo mati karena adanya pengaruh alam - hujan, badai, petir,dsj - mungkin orang bisa paham. Dan lagi, selebihnya pihak terkait cuma bisa saling tuding.

Sampai hari ini "cuma" itu yang tersiar. Dan gak nutup kemungkinan kalo ada banyak hal lain yang terjadi yang tidak disiarkan.

Mungkin ada yang bilang, setiap negara juga ada masalah kok. Dan mungkin ada yang punya masalah lebih besar. Seperti negara-negara Timur Tengah, Afrika dan Eropa Timur. Mungkin mereka selalu punya masalah yang lebih pelik. Tapi kalo mau dibandingkan, masalah meraka sepertinya memang harus terjadi sebagai proses sebuah negara. Sementara Indonesia... sudah berapa lama jadi negara? Dan juga, gak bisa dipungkiri, kalo di Indonesia masalah terjadi karena adanya birokrasi yang gak jelas. Belum lagi pihak-pihak yang selalu egois dan ambil kesempatan dalam kesempitan.

Mungkin sebagai orang-orang muda dan generasi penerus, udah saatnya kita "one step further". Lebih menunjukan kontribusi sebagai warga negara. Bukankah kita ditempatkan di Indonesia ada tujuannya? Yang jelas gak gampang, tapi minimal kalo kita punya awareness, mungkin bisa berdampak sesuatu, entah sekarang atau suatu waktu nanti.
Paling nggak, kita jangan ikut membuat Indonesia semakin bersalah

Friday, June 15, 2007

The Favorites

Thursday, May 10, 2007

SALIB

TAAT

Thursday, April 05, 2007

36 AD

Hari ini aku tidak berencana bangun pagi. Kalaupun mau mengembalakan domba, aku berencana agak siangan. Tapi, entah hari apa saat ini, seingatku bukanlah hari penting atau hari perayaan di kota ku. Kalau pun ada sepertinya masih dua hari lagi. Apa budaya kota ku mulai berubah hari ini? Entahlah…

Yang pasti di luar sana, suara itu begitu gaduh. Seakan seluruh penduduk kota keluar rumah untuk sebuah perayaan… atau menyaksikan sebuah kejadian. Kejadian yang begitu dasyat tentunya, yang bisa membuat seluruh penduduk kota keluar. Yang tentunya memaksaku juga untuk membatalkan rencana bangun siang.

Seingatku, waktu masih cukup pagi. Tapi orang ada di jalanan utama kota ku, sudah penuh sesak. Aku masih meraba-raba dan mencoba mengingat, apakah sebelumnya ada pengumuman dari pejabat kota, bahwa hari ini adalah hari penting. Seingatku tidak…

Aku tidak sempat bertanya, karena suasana begitu ramai dan gaduh. Sulit rasanya mengalihkan perhatian orang pada pertanyaanku. Aku hanya bisa melihat mereka berteriak-teriak, hampir semuanya meneriakkan kata-kata yang sama, hanya saja saling sahut menyahut, tidak serempak. Tidak sedikit pula aku lihat perempuan-perempuan menangis…

Sampai beberapa menit kemudian, aku masih tidak tahu apa atau siapa yang mereka teriaki dan tangisi. Sampai akhirnya suara cemeti itu membelah kegaduhan mereka-mereka yang berteriak… Sedetik kemudian aku sadar, dia lah yang mereka teriaki dan tangisi. Tapi pada detik yang sama, aku masih tidak mengerti, seberapa pentingnya orang ini, sampai seluruh penduduk kota ingin menggiringnya ke tempat akhir hidupnya?

Seingatku, belum pernah ada penjahat yang diantar ke bukit itu oleh seluruh penduduk kota. Paling banter, hanya anggota keluarganya, itu pun kalau mereka tidak merasa malu. Tapi orang ini.? Kejahatan apa yang sudah diperbuatnya? Seingatku lagi, tidak pernah ada berita tentang kejahatan yang begitu besar yang terjadi di kota ini.

Aku semakin penasaran, siapakah orang ini? Sebentar lagi dia akan melewati tempat ku berdiri….

Astaga.?!! Kalaupun aku pernah tahu siapa orang ini, aku pasti tidak akan mengenalinya. Seluruh wajah dan tubuhnya bisa kupastikan rusak… Kalaupun dia sahabatku, aku pun tidak bisa mengenalinya. Darah sudah bercampur peluh, tanah dan debu jalanan. Dan entah campuran apalagi yang melekat di wajah dan tubuhnya. Karena sepanjang jalan ini saja, entah sudah berapa banyak orang meludahinya, entah sudah berapa banyak buah busuk yang dilempar ke arahnya. Pemandangan yang tidak akan dilupakan siapapun, bahkan penjahat kelas berat pun, belum pernah disiksa seberat ini dipenjara.

Sungguh, aku tidak mengenalnya. Tapi ramainya orang yang “mengantar” membuat ku ingin mengetahuinya.

“Siapa orang ini..?”, tanya ku pada orang yang ada di sebelahku.

“Hah..?!! Apa…?!! Woi.. Salibkan dia.!! Salibkan dia..!! Bantai.!! Bunuh.!!”, teriak orang itu tidak menjawab pertanyaanku. Tapi aku mulai menangkap kata-kata yang diteriakan orang-orang sepanjang jalan ini. Salibkan dia.. Bantai.. Bunuh.. Ada lagi yang berteriak… Penghujat…

“Hei..siapakah orang ini..?”, tanyaku lagi.

“Heh..? Kau tidak tahu.?!! Dia Yesus..!! Nabi palsu yang sudah menghujat Allah kita..!!”, akhirnya dia menjelaskan.

Yesus..? pikirku. Yesus dari Nazaret itu.?? Apa tidak salah? Aku pernah mengikutiNya beberapa kali. Aku pernah mendengarkan pengajaranNya, karena memang Dia nabi, paling tidak itu yang kutahu. Selama ini tidak pernah aku menilai bahwa apa yang

Dia katakan salah. Bahkan aku pernah menyaksikan Dia menyembuhkan banyak orang sakit dan cacat. Setahu ku, itu tidak salah.

Kalau dikatakan Dia menghujat Allah, tidak pernah aku dengar hal itu dari mulutNya. Bahkan Dia selalu mengatakan bahwa Allah akan membebaskan manusia dari dosa. Dia sepaham dengan Allah yang aku kenal. Jadi dimanakah letak menghujatnya.?

Memang Dia pernah mengatakan, bahwa Dia adalah jalan menuju Bapa di sorga. Dan bahwa tidak seorang pun bisa ke sorga, kalau tidak melalui Dia. Apakah ini yang mereka katakan menghujat.? Entahlah… Untuk hal yang satu ini akau memang belum paham. Sama belum pahamnya aku, kenapa Dia harus dihukum senista itu.

Masih ingat di pikiran ku, ketika Dia memasuki kota ini dengan keledai putih. Seluruh penduduk kota menyambutnya. Jalan-jalan utama kota ini, sama seperti hari ini, penuh disesaki orang-orang yang menyambutNya. Kota ini begitu indah waktu itu. Semua orang menyambutNya dengan daun palem, gambus dan kecapi, bahkan aku turut mengelar jubahku sebagai alas jalan begi keledai Nya. Anak ku ikut belari dibelakangNya sambil melambaikan daun pelem. Istriku turut menari bersama perempuan-perempuan lain.

Sungguh, seperti peyambutan raja yang kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan.

Tapi hari ini, sepertinya ada yang sama, keramaian yang sama, bahkan hampir semuanya adalah orang-orang yang sama. Hanya saja tindakannya berbeda. Aku tidak mengerti, kesalahan apa yang diperbuatNya, sampai-sampai banyak orang berbalik mengecamNya dan menginginkan Dia mati. Mati dengan tidak terhormat.

Sungguh.. aku tidak mengerti, tapi aku tahu, Dia tidak bersalah.

LangkahNya semakin pelan, tapi tidak berhenti. Bukan karena Dia tidak mau berhenti. Tapi sorot mataNya mengatakan, bahwa perjalanan ini harus diselesaikan. Sorot mata yang kuingat, dalam keletihanNya dan kesakitanNya, mata itu tetep teduh dan penuh kasih. Jalan semakin menanjak. Aku tahu, semakin berat Dia memikul salibNya. Semakin sakit seluruh tubuhNya, bahkan hatiNya… Sementara, orang-orang tak henti-hentinya meneriakinNya.

Bahkan sampai di puncak bukit, massa masih meneriakiNya. Dia tetap diam, entah diam karena menahan sakit, atau mungkin diam karena kasih. Sesekalinya Dia bersuara mungkin ketika paku besar itu ditancapkan ke tangan dan kakiNya. Kali ini aku yakin, itu suara kesakitan yang luar biasa.

Orang-orang mulai terdiam ketika salib diangkat. Tidak mudah mengkat salib yang besar itu dengan tubuh yang menggantung di atasnya. Butuh teknik tersendiri dan orang-orang yang kuat untuk mengangkatnya. Semua terdiam. Sesekali Dia mengeluarkan suara lagi, suara kesakitan… kesakitan yang amat sangat.

Dalam waktu hitungan detik, salib itu sudah berdiri kokoh. Kembali orang-orang berteriak, kali ini teriakan bersorak, seakan keinginan mereka sudah tercapai. Ya.. memang itulah yang mereka inginkan.

Aku.? Apa yang aku inginkan? Aku tidak tahu. Hanya saja batinku berkata… Dia tidak bersalah.

Aku memutuskan kembali ke rumah. Dengan langkah gontai, kutinggalkan bukit itu. Sejenak kulihat ke belakang. Seorang tentara sedang menyodokan sesuatu ke mulutNya.. entah apa…

Jalan utama yang tadi penuh sesak, sekarang sudah sepi. Tampak jelas bekas-bekas darah yang sudah mengering ada di sepanjang jalan ini.

Sepanjang jalan, aku hanya bisa berpikir… entah kenapa orang-orang itu menyalahiNya. Bukankah selama ini mereka juga sudah bersama dengan Dia. Mereka saja bisa berpaling, padahal sudah mengenalNya. MengenalNya sebagai Yesus, nabi dari Allah. MengenalNya sebagai pemberi mujizat.. mujizat dari Allah. MengenalNya sebagai pemberi damai.. damai dari Allah.

Tapi mereka masih bisa berpaling. Bagaimana dengan orang-orang yang belum mengenalNya? Yang aku tahu, mereka harus diberitakan. Diberitakan tentang siapa Yesus sebenarnya. Jangan sampai mereka mendengar kabar lain yang bukan sebenarnya. Kabar yang justru membuat mereka berpaling sebelum mereka mengenalNya.

Karena aku tetap yakin, bahwa Dia benar, bahwa dia adalah jalan keselamatan…

Mungkin itu sebabnya Dia harus mati disalib.

Friday, March 30, 2007

21 Juta

DPR minta dibeliin laptop yang seharga 21 juta!! Bodoh.!! Demikianlah kalo otak, hati nurani dan fakta udah gak sinkron.

Mahasiswa paling pinter yang dapet beasiswa aja kalo emang perlu laptop, beli pake kocek sendiri. Walo pun secara ekonomi si mahasiswa pas-pasan. Tapi demi pendidikan (yang didapet gratis pula), dia pasti akan cari cara untuk beli laptop. Kalo perlu seken, dan dengan spec secukupnya.

DPR..?!! Udah notabene orang kaya (dari sononya), digaji negara gede, dapet fasilitas moral lainnya…. masih minta pula dari negara untuk laptop yang semesti bisa mereka beli pake kocek sendiri.

Man.. kalo lo mo beli laptop yang pake berlian seharga 100 juta, lo juga gak bakal kehabisan duit. Secara itupun duit korupsi kan..?? (asas duga pra-bersalah). Lagian laptop 21 juta.. pake dipake buat edit film ‘n animasi 3D..?!!

Bukannya underestimate… tapi seperlu-perlunya buat tugas ke-DPR-an, ya paling top juga buat ngetik dan baca proposal setebel 500 halaman kan.? Lebih top dikit, buat download pdf 50MB-an. Ya.lebih top lagi untuk preview hasil renderan 3D lah…

Total untuk fungsi itu, laptop 10 juta juga udah bergengsi.

Hmm… sumpeh, gak abis pikir gue. DPR selalu ada aja kepentingan yang gak penting. Sementara negara belon tambah bener. Coba aja, selama masa jabatan yang 5 taon itu… 3 taon aja mereka tobat dan berbuat baik dan bener…

Paling mereka bakalan punya catatan kerja yang cukup untuk dibanggakan generasi penerus.

Kecuali kalo si mahasiswa pinter tadi jadi anggota DPR dan ternyata punya moral yang ancur juga.!!

Wednesday, March 14, 2007

Sendiri

Dalam hitungan menit dia berlalu sudah. Tinggal jalan setapak yang harus ditelusuri. Sesekali ditemani bunyi-bunyian alam - kentut juga bunyi-bunyian alam toh – yang menjauh. Hanya terpaan angin malam yang terasa dekat, bahkan berusaha menempel di kulit.

Sendiri…

Ujung jalan setapak bukan berarti ujung kesenyapan. Tidak ada keramaian di sana. Yang ada hanyalah sebuah bangunan tua yang masih terlihat tegar diantara gedung-gedung modern yang muktahir.

Sendiri…

Sekejab kesunyian berpindah ke lorong-lorong kusam bangunan tua itu. Kembali menelusuri koridor sepi dari satu lantai ke lantai lainnya. Sesekali ditemani bunyi derit pintu atau jendela tua yang diterpa angin. Dan entah kenapa angin itu terus beusaha hinggap di kulit, tapi tak pernah bisa.

Sendiri…

Ujung lorong bukan berarti ujung kesenyapan. Tidak ada keramaian di sana. Yang ada hanyalah sebuah pintu tua yang seakan-akan meminta untuk dibuka. Entah untuk apa, padahal mungkin sama saja. Atau bahkan semakin senyap di sana.

Sendiri…

Ada keraguan dan penasaran terhadap apa yang ada di balik pintu. Walaupun kemungkinan bisa saja lain. Ada keramian di sana. Tapi ragu… Bagaimana jika sama, sunyi dan senyap. Akankah perjalanan ini terus sama? Ditemani sunyi? Jika beruntung semilir angin turut menemani.

Sendiri…

Ternyata kaki ini lebih cepat dari pada keputusan otak. Otak hanya dipaksa sepakat untuk berbalik arah. Berbalik mencari jalan lain, ataupun celah sekalipun, asalkan keramaian ada di sana dan jelas untuk dihampiri. Tidak seperti pintu yang tertutup, yang hanya menyimpan keraguan.

Sendiri…

Langkah sudah semakin jauh. Meninggalkan pintu tertutup. Yang tidak pernah diketahui apa yang ada di baliknya. Sudah terlambat untuk kembali. Dan hanya berharap bisa menemukannya lagi… untuk dibuka… Apapun resikonya. Karena toh, sampai sekarang keramaian tidak pernah ditemukan dan tetap…

Sendiri…

Monday, March 12, 2007

Kangen

Tiba-tiba aja muncul perasaan kangen…
Entah pada siapa or pada apa…
Pengennya hal itu terjadi…
Tapi karena gak tau apa…
Ya cuma bisa simulasi aja…

Sepertinya menyenangkan kalo bisa ketemu dia,
ngobrol bareng, jalan bareng…
em.. std-nya nonton bareng juga asik kali ya…

Sepertinya enak juga kalo bisa ada di daerah tinggi,
yang sejuk… kebun teh is still the best location.
Jalan sendiri keliling kebun teh juga ok-ok aja.

Sepertinya exciting juga kalo bisa ke Jogja or Bali barangkali,
naik bis or kereta api…
Lewatin kota yang satu ke kota lain,
itu pengalaman yang gak terlupakan… kaya dulu..

Em.. kangen apa lagi ya.?

“Kangen aku pada dirimu,
tiada akan dapat ku obati
tanpa ku belai rambutmu
kucium pipimu dan..
kunikmati senyum di wajahmu…”
-- Maliq & D'essentials

Friday, March 02, 2007

Love is Problem

Kemaren ketemu lagi sama orang yang katanya sedang punya masalah. Cerita punya cerita – entah kenapa orang ini bisa terbuka – diketahui bahwa masalahnya sebenarnya umum. Masalah yang ternyata hampir dialami semua orang. Tapi masalah umum ini serimg kali berakibat fatal, kalo kita tidak bisa mengendalikan diri.

Kalo mau dihitung-hitung, tidak banyak orang yang mengalami masalah, katakanlah sebagai korban perang, kehilangan keluarga karena bencana, terlibat skandal politik, skandal seks, dsb-dsb. Ini kalo dipersentasiin dengan jumlah penduduk bumi. Dan dalam konteks tidak semua orang akan mengalami masalah tersebut, walaupun masalah tersebut termasuk sangat berat dan complicated.

Keluarga, teman, pacar dan uang, rasa-rasanya ke empat hal ini yang hampir dialami semuara orang. Dan cinta menjadi dasar timbulnya masalah ini. Orang yang tidak mempunyai ambisi cinta, mungkin tidak menganggap hal tersebut adalah masalah.

Sayang terhadap keluarga atau disayang keluarga, kerap menjadi masalah kalo kodisinya terbalik. Tidak lagi disayang, tidak lagi menyayangi, atau sesuatu berubah yang menyebabkan kondisi jadi gak enak ditengah-tengah keluarga. Yang kadang kita nggak tahu apa masalahnya, tapi yang kita tahu, sekarang ini sudah lain kondisinya. Seringkali ini jadi masalah yang benar-benar mengganggu dan menyulitkan. Apalagi jika keputusan harus diambil.

Terhadap teman juga kerap muncul masalah yang membuat suasana jadi tidak enak. Kalo satu case terjadi dan mungkin tidak saling ketemu lagi, bisa dibilang situasi jadi netral. Tapi jika memang harus bersama dalam satu lingkungan, suasana tentu jadi serba salah. Nggak jarang, hal seperti ini mengganggu juga dan kadang bikin stres. Terlebih lagi bungungan dengan teman yang sudah dilandasi rasa persabahatan (sayang).

Banyak orang yang dijumpai sering mengalami masalah dengan pacarnya yang berbuntut stres, trauma, dan gak jarang juga ada yang sampe berpikiran pendek – bunuh diri. Mencintai seorang bisa membuat kita menganggapnya lebih penting dari semuanya, bahkan lebih penting dari Tuhan. Bisa kebayang dong, kalo satu kali terjadi konflik, mungkin yang lagi trend, selingkuh atau dicampakkan. Mungkin benar kata sebuah lagu, “to much love will kill you..”

Uang menjadi masalah lain yang kerap timbul pada setiap orang. Entah itu gak punya uang, atau banyak utang, atau bahkan kebanyakan uang juga bikin masalah. Cinta uang, bisa menyebabkan kondisi lebih fatal.

Cinta tidak pernah salah, karena cinta itu murni diberikan dari Tuhan. Dan kerena Tuhan adalah Cinta (Kasih) itu sendiri. Manusia yang memperlakukan cinta sebagai ke-egois-an yang kerap menyebabkan masalah yang dihubungkan dengan cinta. Sebetulnya, kita harus memiliki cinta. Selama dalam kadar yang benar seperti yang dikehendaki Tuhan, maka cinta itu indah, dan tetap indah, walaupun cinta pernah menyakitkan.

Seperti kata lagu lain..
“let it be love..”

Thursday, February 22, 2007

Other Side

Tidak selalu apa yang kita pikir normal, dianggap normal oleh orang lain. Normal di sini, bukan berarti waras vs. gila. Tapi apa yang kita anggap wajar-wajar aja, belum tentu orang lain anggap itu wajar.

Misalnya, sikap yang tertutup, menganggap tidak semua hal perlu diungkap, atau merasa tidak perlu “berelationship” dengan orang lain. Bisa jadi sikap ini bukanlah hal yang mengganggu bagi seseorang atau sekelompok orang. Dan bisa jadi hal ini adalah wajar bagi pelakunya. Tapi bisa jadi juga sikap ini mengesalkan orang lain, menjengkelkan pihak-pihak yang terkait dengan orang itu, dan bahkan bisa membuat orang lain jadi stress dan tertekan karena sikap seperti ini.

Siapa yang salah persepsi kalo begitu? Apakah yang mempunyai sikap yang salah dan emang dianya gak wajar. Atau orang lain yang terlalu berprasangka dan merasa ada sesuatu yang tidak baik sedang terjadi pada orang itu?

Setiap orang punya “Other Side”. Yang tidak jarang other side itu mungkin adalah real side-nya orang itu.

Other side bisa jadi emang terus berdampingan dengan hidup seseorang. Tinggal pilihan orang itu, mau menampilkan yang mana dalam real life nya. Other side bisa jadi “hinggap” karena adanya satu hal yang pernah terjadi, biasanya dikategorikan sebagai trauma, walau mungkin belum tentu itu adalah trauma.

Gak jarang juga kita gak tahu apa yang menyebabkan other side itu terus menghinggap kita. Yang kita rasa bahwa segalanya normal dan biasa. Atau tidak jarang yang kita rasa, bahwa kita maunya begitu. Hanya saja sosialisasi mengingkin kita tidak begitu.

Jadi, apakah yang sekarang ini Real Side or Other Side ?

Wednesday, February 14, 2007

Love is Never Blind

"Eh, kamu inget gak bulan November taon lalu, kamu traktir aku di mana ya?"

"Di Shu Shi Tei ya kalo gak salah..?"

"Bukan deh... yang aku inget tuh di Senayan City, tapi kayanya bukan Shu Shi Tei... aduh.. di mana ya..?"

"Iya nih, aku juga agak2 gak yakin gitu deh... Kalo Oktober-nya kan pas kamu ultah kan? Kamu traktir aku di American Grill yang di Plaza Semanggi kan..?"

"Iya lah...kalo itu kan pas aku ultah.. pasti inget dong... Aduh.. aku penasaran nih yang November itu di mana ya..?"

"Kalo yang September sih aku masih inget juga... di Dome Plaza Indonesia, yang giliran aku yang traktir, yang Desember di Hard Rock Cafe, yang giliran kamu lagi... iya kan..?"

"Iya.."

"Nah yang November itu.. aku kok juga tiba2 nge-blank gini ya..?"

"Oh.. aku inget.. November kamu traktir aku di Cafe Wien PS.. lagi..."

"Oh iya.. bener.. bener.. abisnya kita jarang ke PS juga si ya... Eh, waktu itu kenapa kita bisa ke PS ya...?"

"Kayanya sebenernya mau ke Sen-City, tapi gak jadi kan..."

"Kalo gak salah aku beliin kamu boneka juga deh.. masih ada..?"

"Ya masih lah.. hehehehe.. lucu banget bonekanya, tapi aku kotakin, abisnya takut kotor.. kadang2 aja aku keluarinnya sih... Eh, nanti inget aku ya, aku mo catet di PDA, biar gak lupa kita udah ntrattir di mana aja.."

-------
Sejak masuk di mikrolet itu, gw udah curiga, dua orang ini pasti gak lazim (kecuali kalo jaman sekarang udah dibilang "biasa aja lagi..."). Duduknya dempet banget, pake tas mini travel untuk fitness yang sama, dan dipastikan tangan mereka sambil gandengan-melilit satu sama lain.

Masih muda, seumuran anak kuliah tingkat 2 or 3, tampang dan ekonomi termasuk di atas rata2. Dan bisa dipastikan anak kost. Bodi dan kulit juga terawat. Pokoknya tipe yang bakal dilirik deh sama cewe2 kalo mereka jalan di mall.

Cuma sayangnya.. homok.!!
"Biasa aja lagi.."

Tuesday, February 13, 2007

Pasangan Baru

Sejak mereka resmi jadi pasangan, senyum & tawa ceria selalu melekat di wajah mereka. Bahkan mereka pun seolah selalu terekat satu sama lain, tak bisa dipisahkan. Kemana-mana selalu berdua, tawa ceria, cekikian dan pangilan mesra menjadi kosa kata baru bagi mereka.

Indah juga ngeliatnya…

Jalan berdua di mall sambil bergandengan tangan. Sesekali mampir di etalase toko perhiasan yang gemerlap, membuat cinta mereka pun semakin gemerlap. Saling menunjuk cincin atau liontin yang berkilau, dan membayangkan pasangannya akan semakin cantik kalo perhiasan itu dikenakan.

Lucu juga ngeliatnya…
Bangku taman pun jadi kekuasan mereka berdua. Saling becanda ceria cekikikan, sambil menikmati es krim se-cone berdua, entah untuk mesra atau karena irit. Saling mengusap tetesan es yang ada di ujung mulut, menambah indah suasana sore itu. Tanpa peduli kalo seorang ibu tua berharap bisa duduk di bangku taman itu.

Kasian juga ngeliatnya…

Mereka tambah senang ketika sampai di depan loket bioskop. Dengan tetep becanda mesra, butuh waktu beberapa puluh detik bagi mereka untuk memutuskan akan duduk dimana. Mungkin karena mereka bingung, kenapa di bioskop itu banyak bangkunya. Harapannya hanya ada sepasanga bangku merah yang empuk untuk mereka berdua.

BT juga ngeliatnya…

Seakan kecerian tidak ada habisnya. Pojokan lobi jadi markas baru mereka sambil menunggu pintu teater dibuka. Popcorn dan soft drink menemani mereka kali ini. Berarti perihal es krim cone tadi bukan karena irit, karena mereka toh masih mampu beli popcorn dan soft drink. Seperti film yang tidak kehabisan adegan, saling suap butiran popcorn menghiasi canda mereka kali ini.

Ternyata memang waktu tayang masih cukup lama.

Bosan bermain dengan popcorn, mereka pun meninggalkan pojokan lobi. Dengan tetep becanda ceria mesra, mereka mencari keceria lain bersama poster-poster film, game-game arcade dan entah apa lagi sampai plang bioskop depan lobi pun jadi sasaran objek canda mereka.

Menghilang dibalik pintu lobi bioskop dan entah kemana. Mungkin mereka menemukan tempat baru untuk asik berdua, di sekitar depan lobi bioskop. Aneh juga rasanya kehilangan pandangan mereka. Seakan satu-satunya hiburan hari itu sudah habis.

Ternyata tidak juga. Pintu teater sudah dibuka dan hiburan baru akan segera tayang. Tapi mereka tidak kunjung muncul dari balik pintu lobi bioskop. Padahal panggilan sudah mengulang tiga kali.

Dalam teater semakin gelap dan pertunjukan sudah dimulai. Sepasang bangku baris F bagian tengah itu masih kosong. Padahal pertunjukan sudah berjalan 10 menit. Selanjutnya, pertunjukan lebih asik diliat daripada sepasang bangku kosong itu.

Satu setengah jam kemudian pertunjukan pun berakhir.

Sepasang bangku baris F bagian tengah itu tetep kosong.

Bodoh juga ngeliatnya…

Monday, February 12, 2007

Aje Gile

Udah berap bulan nih gw gak nulis2 yah..??
entahlah...

Pengharapan

Terkadang ada yang kita harapkan belum tentu kita dapatkan.
Bukan karena harapan itu salah, tapi mungkin memang harapan itu bukan milik kita.

Jalan yang terbaik untuk tidak kecewa,
hanyalah dengan bersyukur.

Segala sesuatu ada hikmahnya, karena manusia diciptakan dengan rancangan sempurna.
Bukan dengan “gambling” yang ujung-ujungnya tidak jelas antara ada dan tiada.

Kembali berharap akan membuat hidup lebih aktif.
Dengan berharap, berarti kita menjalan hidup kita sebagaimana yang sudah dirancangkan.

Artinya, kita melihat bahwa hidup kita berguna.
Bukan sekedar mencari kekosongan.

Walau kembali, mungkin saja harapan baru itu kembali tak terwujudkan.

Tapi percayalah ada satu pengharapan yang pasti terwujud,
bahkan sebelum kita berharap pada pengharapan itu.