Wednesday, March 14, 2007

Sendiri

Dalam hitungan menit dia berlalu sudah. Tinggal jalan setapak yang harus ditelusuri. Sesekali ditemani bunyi-bunyian alam - kentut juga bunyi-bunyian alam toh – yang menjauh. Hanya terpaan angin malam yang terasa dekat, bahkan berusaha menempel di kulit.

Sendiri…

Ujung jalan setapak bukan berarti ujung kesenyapan. Tidak ada keramaian di sana. Yang ada hanyalah sebuah bangunan tua yang masih terlihat tegar diantara gedung-gedung modern yang muktahir.

Sendiri…

Sekejab kesunyian berpindah ke lorong-lorong kusam bangunan tua itu. Kembali menelusuri koridor sepi dari satu lantai ke lantai lainnya. Sesekali ditemani bunyi derit pintu atau jendela tua yang diterpa angin. Dan entah kenapa angin itu terus beusaha hinggap di kulit, tapi tak pernah bisa.

Sendiri…

Ujung lorong bukan berarti ujung kesenyapan. Tidak ada keramaian di sana. Yang ada hanyalah sebuah pintu tua yang seakan-akan meminta untuk dibuka. Entah untuk apa, padahal mungkin sama saja. Atau bahkan semakin senyap di sana.

Sendiri…

Ada keraguan dan penasaran terhadap apa yang ada di balik pintu. Walaupun kemungkinan bisa saja lain. Ada keramian di sana. Tapi ragu… Bagaimana jika sama, sunyi dan senyap. Akankah perjalanan ini terus sama? Ditemani sunyi? Jika beruntung semilir angin turut menemani.

Sendiri…

Ternyata kaki ini lebih cepat dari pada keputusan otak. Otak hanya dipaksa sepakat untuk berbalik arah. Berbalik mencari jalan lain, ataupun celah sekalipun, asalkan keramaian ada di sana dan jelas untuk dihampiri. Tidak seperti pintu yang tertutup, yang hanya menyimpan keraguan.

Sendiri…

Langkah sudah semakin jauh. Meninggalkan pintu tertutup. Yang tidak pernah diketahui apa yang ada di baliknya. Sudah terlambat untuk kembali. Dan hanya berharap bisa menemukannya lagi… untuk dibuka… Apapun resikonya. Karena toh, sampai sekarang keramaian tidak pernah ditemukan dan tetap…

Sendiri…

0 comments: